Kamis, 20 Oktober 2011

PANGKALAN BALAI Jadi rebutan 2 desa "Suak Bara" dan "Lubuk Lancang"

…. Suatu hari kepala suku Suakbara dan suku Lubuk Lancang melakukan pembicaraan. Dalam pembicaraan yang singkat itu, mereka membahas masalah tempat kekuasaan mereka. Saat itu Pangkalan Balai tidak memiliki penguasa yang sah. Masing-masing mereka menginginkan Pangkalan Balai masuk walayah kekuasaan mereka dan tidak ada yang mau mengalah….
 

ZAMAN dahulu di sebuah daerah banyak terdapat beberapa suku. Di antara suku-suku yang ada terdapat suku Suakbara dan suku Lubuk Lancang. Kedua suku ini terkenal akan kehebatan kepala sukunya. Masing-masing suku mempercayai bahwa kepala suku mereka paling hebat.
Suku Suakbara memiliki tempat kekuasaan yang luas. Begitu juga dengan suku Lubuk Lancang. Kedua suku ini memiliki hubungan yang baik. Apalagi banyak dari anggota suku Suakbara maupun Lubuk Lancang melakukan pernikahan.
Suku Suakbara terkenal akan ketangkasan para pemudanya saat melakukan perang dengan musuh-musuh mereka. Dengan menggunakan peralatan perang yang lengkap dan tradisiona berupa tombak bambu, panah runcing, ketapel, dan batu-batu yang dipahat dengan bentuk runcing yang dapat melukai musuhnya.
Suku Lubuk Lancang pun tak kalah terkenal. Mereka memiliki kecerdikan yang luar biasa saat melakukan perang. Kecerdikan ini dimiliki semua anggota suku. Mereka dapat melakukan hal-hal di luar logika manusia. Mereka menggunakan cara-cara yang tidak terlihat oleh musuh. Mereka dapat melakukan penyamaran, membuat makanan beracun, ataupun melakukan hal-hal yang tidak dapat ditebak oleh manusia.
Suatu hari kepala suku Suakbara dan suku Lubuk Lancang melakukan pembicaraan. Dalam pembicaraan yang singkat itu, mereka membahas masalah tempat kekuasaan mereka. Saat itu Pangkalan Balai tidak memiliki penguasa yang sah. Masing-masing mereka menginginkan Pangkalan Balai masuk walayah kekuasaan mereka dan tidak ada yang mau mengalah.
“Karena masing-masing kita ingin memiliki Pangkalan Balai, saya punya usul bagaimana kalau kita berperang saja,” usul Kepala Suku Suakbara.
“Perang? Kita kan bersaudara dan selama ini selalu berhubungan baik. Mengapa harus perang. Apa tidak ada jalan lain?” jawab Kepala Suku Lubuk Lancang.
“Tidak ada. Karena masing-masing kita tidak ada yang mau mengalah, kita harus perang. yang menang yang akan menguasai Pangkalan Balai.”
“Sebenarnya aku sangat keberatan dengan usulmu. Akan tetapi, kalau engkau memaksa, aku tidak mungkin menolak.”
Percakapan pun selesai. Masing-masing kepala suku mengumumkan akan diadakan peperangan. Peperangan akan dilaksanakan di tengah-tengah perbatasan daerah Suakbara dan Lubuk Lancang.
Sesuai dengan rencana, perang pun berlangsung dan masing-masing dipimpin oleh kepala suku yang sudah tua itu. Pasukan yang ikut berperang dari kedua suku kebanyakan pemuda-pemuda. Semangat kedua suku yang berperang sangat luar biasa. Dalam peperangan itu, banyak pasukan dari kedua suku yang tewas. Setelah lama berperang, akhirnya pasukan suku Suakbara berhasil memenangkan peperangan. Akan tetapi, suku Lubuk Lancang belum bisa menerima.
“Kita harus kembali bertarung, setelah pertarungan ini siapa yang menang dialah yang akan menguasai Pangkalan Balai,” ujar kepala suku Lubuk Lancang.
“Sebenarnya aku tidak setuju. Kami kan sudah menang, tapi… baiklah tidak masalah. Kami yakin pasti akan kembali memenangkan pertarungan. Sekarang, pertarungan bagaimana yang kamu inginkan?” jawab kepala suku Suakbara.
“Kita bertarung tarik tambang di tengan laut.”
“Baik. Kami setuju.”
Untuk kedua kalinya perang kembali diadakan. Mereka berlomba tarik tambang di tengah laut sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat. Dalam peperangan itu, pasukan suku Lubuk Lancang yang sedikit tidak sebanding dengan suku Suakbara yang banyak. Pertarungan  tarik tambang di tengan laut itu kembali dimenangkan oleh suku Suakbara. Sejak saat itu Pangkalan dan Suakbara bergabung menjadi satu (***)

Asal Usul Nama Desa GALANG TINGGI.

ALKISAH pada zaman dahulu terdapat sebuah desa terpencil, yaitu Desa Tanjung Remas. Desa ini dipimpin oleh seorang pemangku adat bernama Herkut. Selama ia berkuasa, banyak sekali rakyat yang menderita karena kekejamannya. Akan tetapi, pertanian di daerah ini berkembang dengan pesat. Setelah menjadi orang yang berkuasa di daerah tersebut, ia mempersunting seorang gadis yang bernama Cik Atel. Mereka berdua hidup rukun dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Bujang Henya.
Henya tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Semua yang melihat Henya akan terpesona dan terkagum-kagum dengan ketampanannya, sehingga tidak heran semua gadis desa mendambakan Henya menjadi kekasih mereka.
Ketika Henya masih remaja, ayahnya meninggal dunia. Semua harta kekayaan ayahnya jatuh kepadanya karena ia anak semata wayang. Kekuasaan ayahnya pun jatuh pada Henya. Ia pun memerintah di desa tersebut. Henya memerintah lebih baik daripada ayahnya. Ia berhasil mendirikan pabrik penggilingan padi, sehingga dapat meringankan beban penderitaaan rakyat setelah dikuasai ayahnya yang penuh dengan penindasan dan kekejaman.
Belum lama ayahnya meninggal, ibunya pun menyusul. Ibunya meninggal tepat pada saat Henya akan mempersunting seorang gadis cantik keturunan Bangsa Arab. Ibunya meninggal karena serangan penyakit yang sama seperti ayahnya, yaitu demam berdarah.
Pernikahan Henya dengan gadis keturunan Arab yang dicintainya tetap berlanjut. Setahun menikah, mereka dikaruniai anak kembar. Anak kembar tersebut mereka beri nama Jebah dan Baker.
Seiring bertambahnya waktu, Jebar dan Baker pun tumbuh besar. Akan tetapi, musibah kembali menghampiri keluarga mereka. Tidak disangka Baker jatuh sakit dan meninggal karena penyakit yang sama dengan kakek dan neneknya. Jebah sangat sedih karena ia telah kehilangan orang yang disayanginya. Ia juga kehilangan teman bermain.
Kehidupan masyarakat di desa tersebut semakin lama semakin baik. Mereka sudah tahu bagaimana cara beternak hewan peliharaan, seperti ayam, sapi, dan kambing. Mereka juga sudah bisa memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Setelah Jebah berusia 20 tahun, ia meminta kepada ayahnya agar bisa memerintah di Desa Remas. Orang tuanya memberi syarat bahwa ia harus menikah dulu sebelum ia memerintah suatu kerajaan. Hal tersebut merupakan syarat untuk memerintah suatu daerah pada saat itu. Agar bisa memerintah, Jebah pun mau menikah. Ia menikah dengan seorang gadis yang cacat fisik dan kurang cantik.
Satu tahun menikah mereka berdua dikaruniai seorang anak. Akan tetapi, mereka dikaruniai anak yang cacat fisik. Ciri fisik yang dimiliki anak itu sama seperti fisik ibunya. Anaknya memiliki badan yang bungkuk. Karena anaknya lahir bungkuk, ia pun diberi nama Si Bungkuk.
Bungkuk pun tumbuh besar. Akan tetapi, karena ia bungkuk, ia tumbuh tidak seperti anak yang lain. Setelah ia berumur delapan belas tahun, musibah kembali menghampiri keluarga mereka. Kedua orang tua Bungkuk jatuh sakit dan meninggal dunia. Orang tuanya meningal karena penyakit yang sama seperti buyutnya dulu, yakni demam berdarah. Mengapa daerah ini setiap tahun pasti ada saja yang meninggal karena penyakit itu? Ada seorang pemuka adat mengatakan bahwa daerah ini minta tumbal yaitu ayam hitam putih sebanyak 1000 ekor.
Setelah sebelas tahun bungkuk memerintah, dia berniat untuk berpindah ke daerah Pangkalan Balai. Kepindahan bungkuk terjadi karena perpecahan dan permusuhan antara Depati Bungkuk dengan dukun pemegang Tanjung Remas. Sejak terjadi permusuhan itu tumbal dusun dicabut. Akibatnya, banyak sekali korban yang meninggal karena wabah penyakit. Mereka memberi istilah Tanjung Remas menjadi pandangan bagi burung terkuku. Para tetua dusun mengadakan rembuk dusun. Hasil mufakat mereka bahwa dusun itu harus dipindahkan ke daerah hulu sungai. Daerah hulu sungai tersebut masih rawa-rawa. Supaya daerah tersebut tinggi, diusahakanlah untuk digalang dan ditimbun. Karena daerah sudah menjadi tinggi, seorang pemuka adat daerah ini memberi nama daerah tersebut dengan sebutan Galang Tinggi. Desa Galang tinggi saat ini terletak di Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin.

Rabu, 28 September 2011

Hutan Sembilang Dijarah

Sriwijaya Post - Minggu, 21 Maret 2011 09:09 WIB
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  |
Hutan_Sembilang.jpg
Ilustrasi.
203.211.140.227
Berita Terkait


PALEMBANG, SRIPO — Penebangan pohon secara liar (illegal logging) di Sumsel kian merajalela. Bahkan penjarahan di hutan Taman Nasional Sembilang di Kabupaten Banyuasin sulit dihentikan. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun Sripo hingga Sabtu (20/3), dari luas 3,7 juta ha luas hutan di Sumsel, sisanya hanya tinggal 1 juta ha.
 Degradasi yang cukup hebat disebabkan oleh pemanfaatan yang berlebihan, perubahan peruntukan kawasan hutan, kebakaran hutan dan pencurian kayu (illegal logging). Paling parah kerusakan hutan di sejumlah wilayah Kabupaten Lahat, Muba, dan Banyuasin.
 Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed pun harus mengadu pada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
“Dari luar masih terjaga dan hutan bakau tumbuh subur, tapi agak ke dalam peta sudah merah. Ada illegal logging di situ. Pak Menteri kalau sempat pakai helikopter melihat kondisinya,” kata Inoed di Dermaga Sungsang Banyuasin II, Senin (15/3) lalu. Saat itu keduanya hadir dalam acara penutupan Jelajah Musi yang diselenggarakan harian Kompas.
 Inoed menambahkan, TN Sembilang seluas 205 ribu hektare merupakan habitat satwa yang dilindungi seperti harimau, beruang, dan buaya serta tempat burung bermigrasi. Selain fauna, sebagai paru-paru Indonesia TN Sembilang juga kaya jenis flora.
 Menanggapi informasi itu Zulkifli Hasan mengatakan, illegal logging adalah perbuatan serakah yang harus diberantas. “Illegal logging Kegiatan yang tidak bermoral. Menguntungkan segelintir atau sekelompok orang, tapi menyusahkan banyak orang. Itu musuh bersama,” tegasnya.
 Menurut Zulkifli, penebangan hutan secara liar mengakibatkan bencana tanah longsor, banjir, dan kekeringan di musim kemarau. Adanya warga Banyuasin yang diserang buaya seperti yang dilaporkan Inoed adalah akibat kesalahan manusia sendiri.
 “Tadi dikatakan ada penduduk jadi santapan buaya, mengerikan. Kawasan hutan seperti itu bukan untuk kita, itu daerah resapan air. Hutan mangrove harus dijaga agar tidak abrasi,” katanya.
Sementara itu dari Kabupaten Lahat dilaporkan dampak penebangan hutan secara membabi buta sudah dirasakan masyarakat. Selain ancaman banjir banding, saat musim kemarau, lahan sawah petani mengalami kekeringan.
 Masyarakat bukannya tidak melakukan upaya untuk mencegah penebangan hutan. Namun penebangan yang dibekengi dan didanai oknum pejabat publik membuat masyarakat tidak memiliki keberanian.
Bahkan, beberapa tahun lalu, masyarakat hampir melakukan pembakaran terhadap penebang hutan. Namun karena orang tersebut mengatakan dia disuruh seorang oknum pejabat, maka masyarakat mengurungkan niatnya membakar orang tersebut.
 “Sangat sulit dicegah, bahkan nyaris tidak mungkin. Para penebang itu di bekengi oknum-oknum pejabat,” kata Camat Kikim Selatan Abdul Rauf di Desa Keban Agung, Kamis (18/3).
 Hasil pemantauan pihak kecamatan, kondisi hutan yang berlokasi di Sungai Durian Hulu Pangi sangat memprihatinkan. Seluruh hutan suaka alam habis dibabat. Aliran sungai tidak terbendung. Desa di hilir sungai terus dilanda bencana.
 “Seluruh desa merasakan dampaknya. Areal persawahan di desa Pandan Arang Penjalang eks Marga Suku Pangi setiap hujan turun terus dilanda banjir. Saat kemarau, lahan sawah mereka mengalami kekeringan,” kata Rauf.
 Menurutnya, sudah tidak ada lagi hutan di Lahat yang terjaga. Hutan yang berada di beberapa wilayah seperti Pulau Pinang, Gumay Ulu, dan wilayah lainnya tidak luput dari penebangan liar.
 Tindak Tegas Kapolres Lahat AKBP Drs Iwan Yusuf Chairudin mengatakan, untuk memastikan oknum mana yang membekengi penebangan sangat sulit karena pejabat di wilayahnya cukup banyak.
“Kita jangan berprasangka, tapi jika memang terbukti saya akan bertindak dengan tegas,” kata Iwan seraya mengatakan, jika kayu yang ditebang berasal dari lahan sendiri, pemiliknya cukup hanya dengan membawa surat dari kepala desa.
 Tidak hanya wilayah Kikim Selatan, hutan yang ada di Binjai juga mengalami hal serupa, penebangan hutan menyebabkan kondisi iklim berubah drastis. Dd (33) warga Binjai yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, saat musim kemarau matahari rasanya sangat dekat.
“Namun saat hujan, rasanya kami selalau dihantui banjir bandang yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan kami,” tambahnya.
 Kondisi serupa juga terlihat di wilayah Merapi, di sekitar Bukit Serelo yang merupakan ikon Kabupaten Lahat sebagian hutannya sudah gundul. Hambali (54) tokoh masyaraka di Merapi Selatan mengatakan, pengawasan dari semua pihak sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan. Begitu juga ketegasan hukum agar perusahaan tidak sembarangan membuka lahan.
 Kayu di Sungai Di Kabupaten Muba, luas hutan secara nasional masih menyisakan 138 Ribu hektar yang setiap tahunnya berkurang 1,08 persen. Kondisi ini disebabkan degradasi yang begitu hebat disebabkan pemanfaatan yang berlebihan, perubahan peruntukan hutan, kebakaran hutan, dan illegal logging.
 Pantauan di beberapa areal hutan yang pernah dikelola perusahaan yang mendapatkan Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Desa Kepayang Indah dan desa Muara Medak Kecamatan Bayung Lencir menunjukkan lahan mencapai ratusan ribu hektar mengalami degradasi hebat.
 Ini karena pemanfaatan yang berlebihan oleh eks pemegang HPH. Selain itu perubahan peruntukan kawasan hutan dan pencurian kayu menjadi masalah serius yang merusak lingkungan. Kawasan Pal 12 Desa Kepayang Indah merupakan lokasi terparah karena lahan hutan hampir rata dengan tanah yang hanya ditumbuhi ilalang setinggi hampir dua meter.
 Di lokasi banyak berhamburan bekas kayu yang ditebang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Uniknya walaupun hutan di wilayah Muba telah mengalami degradasi hingga 50 persen, di lapangan masih ditemui hamparan kayu log yang diduga hasil pembalakan liar di sepanjang aliran sungai lalan Desa Muara Medak, Kepayang Indah, dan Muara Medak.
 Tim yang membawa rombongan direktorat pemberdayaan masyarakat Departemen Kehutanan RI melintas di Sungai Lalan, Kamis (18/3) lalu, sempat menyaksikan hamparan kayu log dalam jumlah besar yang dilakukan sejumlah oknum.
 Sejumlah orang sempat mengamati kedatangan rombongan dan mereka langsung kabur dengan menceburkan diri kedalam sungai lalan untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan ratusan ribu kayu log di lokasi Sungai Lalan desa Muara Medak.
 Selalu Lolos Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah II Lahat, Sunyoto melalui Staf Penata Perlindungan, Muhammad Nur, mengatakan, sudah ada banyak hutan yang rusak akibat ulah illegal logging, tapi luasnya belum bisa dipastikan.
 Wilayah kerja BKSDA Lahat adalah hutan konservasi dan hutan taman wisata alam yang meliputi Suaka Margasatwa (SM) di Kecamatan Lahat, Pseksu, Gumay Talang dan Kikim Selatan dengan luas sekitar 46.123 ha.
 Sementara kawasan SM Isau-isau Pasemah luasnya sekitar 16 ribu ha meliputi kawasan Pagar Gunung, Merapi Selatan, Mulak Ulu dan Semendo Muara Enim. Sedangkan untuk Taman Wisata alam Bukit Serelo seluas 200 Ha.
 “Saat ini lanjutnya, salah satu wilayah yang rawan adalah Kikim. Setiap dilakukan pengejaran, mereka selalu lolos hanya barang bukti ada,” kata M Nur.
 Untuk wilayah Kecamatan Merapi Selatan yang memiliki hutan konservasi dan Taman Wisata Alam Bukit Serelo, lokasi tersebut sudah banyak terdapat kuasa penambangan (KP) Batubara. Sayangnya, hingga kini BKSDA belum mengetahui titik-titik kepemilikan KP tersebut.
 “Dinas Pertambangan dan Energi Lahat belum mengkoordinasi titik penambangan,” katanya.

Kampung Halaman-ku


Sungsang-ku indah, Sungsang-ku sayang 






Sungsang, beberapa tahun lalu pernah menjadi pembicaraan secara nasional, karena jatuhnya pesawat Silk Air diperairan ini. Para penumpang pesawat yang rata-rata warga Singapore tersebut tidak ada yang selamat dan jasad mereka ditemukan satu per satu di perairan Sungsang. Mereka kemudian disemayamkan di sekitar daerah Kebun Bunga. Untuk mengenang peristiwa tersebut di dekat Sungsang didirikan Tugu Silk Air yang menjadi saksi hilangnya para korban yang jatuh di muara selat Bangka tersebut.

Jika melihat usia, Sungsang sudah terbilang tua. Namun, geliat perilaku sosial dan ekonomi warganya tampak "sangat muda". Dalam pengertian, pemahaman manajemen ekonomi dan keuangan, terlihat seolah tidak bergerak seiring kemajuan di bidang lain. Masyarakat Sungsang khususnya para wanita lebih senang menyimpan uang dengan membeli emas yang bentuk perhiasan yang besar-besar. Pemandangan memakai kalung emas sebesar 30 suku (dalam istilah daerah 1 suku = 6,7 gram) berarti 201 gram bukan hal yang aneh di Sungai. Para wanitanya memang sudah terbiasa berpakaian emas seperti ini, apalagi jika sedang ada kegiatan seperti hajatan dan kalangan (pasar).

Sistem penyimpanan uang dengan menabung membeli perhiasan emas ini sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. Pola seperti ini dipakai penduduk. Biasanya pada saat musim barat, di mana ikan-ikan sulit di dapat emas-emas ini akan dijual kembali oleh warga Sungsang sebagai penopang hidup hingga musim ikan selanjutnya. Biasanya masa-masa ini akan dilewati selama empat bulan.

Sungsang yang berpenduduk 44.515 jiwa ini, merupakan daerah pesisir yang kaya dengan potensi perikanan laut. Sehari-hari warga Sungsang lebih senang melaut, ketimbang bersekolah. Tradisi setempat sudah membiasakan anak laki-laki usia pergi melaut, menangkap ikan dan menjualnya kepada para pedagang yang datang.

Sungsang ke depan, dalam agenda pemerintah kabupaten Banyuasin 
akan masuk dalam areal SecDe (South Sumatera Eastern Coridor Development). SecDe ini merupakan areal yang akan dikembangkan untuk kawasan industri terpadu di pesisir Banyuasin.

Areal SecDe diperuntukkan sebagai kawasan penunjang Pelabuhan Samudera Tanjung Api-Api. Kawasan pelabuhan Samudera Tanjung Api-Api sendiri. Saat ini izin pemanfaatan lahan untuk pelabuhan tersebut masih menunggu rekomendasi dari DPR -RI Komisi IV untuk kemudian dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan RI. Bila areal ini berkembang, Sungsang akan memperoleh dampak langsung atas terbukanya areal Tanjung Api-Api.
Banyuasin memang banyak terdapat sungai yang justru merupakan potensi yang sangat besar bagi kehidupan warganya. Di Muara Sungai Banyuasin yang akan dibangun Pelabuhan Samudera Tanjung Api-Api itu rencananya akan dikembangkan pula aktivitas di sektor perikanan dengan pusat kawasan pertumbuhan Sungsang.

Sungsang yang dicita-citakan sebagai kota tepian air (Sungsang Water Front City) ini akan menjadi kota penuh harapan di masa depan, asal saja sumber manusia yang ada di wilayah ini betul-betul sudah menyiapkan diri sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya yang dekat dengan zona perdagangan bertarap internasional Tanjung Api-Api.



sungsang juga memiliki taman nasional yang telah di kenal hingga ke mancanegara
yaitu taman nasional sembihlang.
yang memiliki beraneka ragam satwa laut dan berbagai jenis burung migran!
di taman nasional sembihlang juga banyak tedapat berbagai jenis pohon-pohon bakau nan indah.

Mari kunjungi kota sungsang banyuasin II



Sejarah sungsang
Menurut sejarahnya sungsang didirikan sekitar abad ke 17.
Dahulu kala sungsang adalah huutan dan rawa-rawa, tidak ada orang yang menetap dan di namakan pulau bercul. Menurut sejarah dahulu kalah tellah berlayarlah sekelompok orang dari jawa menuju Palembang yang di pimpin oleh poeyang cinde kirana yang ber profesi sebagai seorang pedagang.

Tetapi malang baginya sebelumm tiba di Palembang tepatnya di kuala sungai musi perahunya terdampar karena karam sehingga tidakdapat melanjutkan perjalanan nya. Menurut bahasa penduduk “terdampar” adalah “tersanngsang” istilah inilah yang melahirkan nama dusun sungsang selain dari itu adapula yang mengatakan air dari batang hari (di hadapan dusun), waktu air pasang bagian pinggir, di muka dusun airnya kehulu, di sebabkan ini maka di namakanlah sungsang karena saat air pasang mengalirnya terbalik.
Setelah terdampar di sungsang puyang cindekirana tiidak mempunyai mata pencaharian lagi karena itu mereka tterpaksa mmencari nafkah dengan cara menjadi nelayan, yaitu mencari ikan di laut.

Karna adanya perkampungan liar dan belum di ketahui menjadi pertanyaan besar bagi sunan Palembang karena daerah ini berada di dalam kekuasaan Palembang, setelah di selidiki akhirnya sunsan Palembang mendapatkan laporan dan saran maka sungsang pun di akui secara resmi sebagai suatu dusun atau margga.

Dan oleh sebabitu diangkatlah salahseorang dari warga sungsang yang bernamma ladzim dengan pangkat kepala atau NGABEHI, oleh sunan Palembang, mengingat semakin ramainya hubungan lalulintas laut, juga pedagang-pedagang dari portugiis yang datang ke Palembang untuk berdagang maka sunan pelembangpun mengangkat pula seorang untuk menjaga kuala dengan pangkat DEMANG yang bernama PALUO.

Lalu anak laki-laki dari ngabehi ladjim yang bernama KUSEN di nikahkan dengan anak perempuan demang paluo yang bernama SAIPAH (SIPAH). Dari perkawinan antara KUSEN dengan SAIPAH lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama HASAN.

Karena sakit akhirnya ngabehi ladjim meninggal dunia, selama menjabat ngabehi ladjim sangat baik dan selalu membela yang benar, tidak pili kasih.

Marga sungsang keadaannya awam atas perintah sunan Palembang akan diangkat nantinya seseorang yang bernama kerangga, kerangga sebenarnya bukan nama aslinya karena sejak dulu kerangga tidak di ketahui nama asli atau nama sebenarnya pengangkatan kerangga di karenakan meninggalnya ngabehi ladjim dan pada saat itu masih berusia kecil yaitu 10tahun.

Selain daripada itu hasan di angkat pula menjadi demang, hasan menjabat kurang lebih 30tahun dan demang hasan pun meninggal dunia, demang hasan meninggalkan 6 orang anak yaitu 5 orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan yang bernama :
1. Aesen
2. Kebut
3. Kebat
4. Nazarudin
5. Asiana dan
6. Oemar
Pada waktu demang hasan menjabat, Palembang di kuasai oleh pemerintah belanda dan setelah di kuasai oleh pemarintah belanda di angkatlah eosin menjadi ngabehi menggantikan orang tuanya. Setelah dua tahun menjabat eosin pun di gantikan oleh nazarudin anak laki-laki ngabehi ngabehi ladjim.

Setelah menjabat selama sepuluh tahun akhirnya nazarudin pun lengser karena di fitnah oleh anak buahnya sendiri. Setelah tiga tahun jabatan ngabehi nazarudin di gantikan oleh ngabehi djenal yang bukan merupakan keluarga pasirah tersebut.

Pada tahun 1944 nazarudin keluar dari penjara dan di angkatt menjadi pasirah sampai tahun 1953, beliau akhirnya mengundurkan diiri dai jabatannya sebagai pasirah dan di gantikan oleh penbarab M. anwar pada tahun 1955 seiring berjalannya waktu di adakan lagi pemilihan pasirah yang baru pada pemilihan kali ini yang terpilih adalah abdul rahman bin H. achmad dengan gelar Chandra pada tahun (1956-1968).

Dan pada tahun 1986 di adakan lagi pemilihan pasirah (pamong marga/desa). DPBP,DPR marga dan penghulu khotib (peraturan daerah prof. sumsel No=,NoIII dan IV/ DPRD=GRSS/1967, yang yang terpilih adalah saudara ishak bin. H. usman dengan gelar pangeran besar di lantik pada tanggal 1969).


Bahasa sungsang
Bahasa sehari-hari marga ini adalah bahasa pelembang, jawa dan melayu dusun ini di bangun memanjang dan di bagi menjadi 4 kampung yaitu kampong 1, kampung 2, kampung 3, dan kampung 4. Tapi saat ini suungsang telah terjadi pemekaran lagi menjadi 6 kampung yaitu kampung marga sungsang dan muara sungsang.
Pemerintahan marga
Sejak dulu pemerintahan dalam marga di kepalai oleh ngabehi bersama dengan lurah dan kliwon. Tapi pada tahun 1968 istilah lurah di marga ini dig anti dengan krio begitu juga dengan kliwon di ganti dengan pengawah
Petalian adat
Adat istiadat dalam marga adala adat sebagaimana adat Palembang dan marga tidak ada pertalian adat dengan marga lain dan pertalian adat dalam marga ini seadat dan serasan yang menjadi kepala dalam urusan adat dalam marga adalah ngabehi.
Raad marga
Dahulu pemerintahan marga di lakukan oleh, ngabehi, lurah, dan kliwon. Lalu di adakan lah raad marga dan duduk dalam raad marga sejumlah 9orang yaitu :
a. Pesirah selaku VOORZITTER
b. Pembarab
c. 3 (taiga) lurah (praatin)
d. 4 (empat) lid pilihan
Hutan dan sungai
Tentang hak hutan dan sungai dahulu kala dalam marga sebagai berikut:
a. Sewa bumi
b. Sewa sungai
c. Kapak kayu
d. Pancung alas

Dalam marga adapula larangan
1. Rimba larangan yang di sediakan guna memenuhi keperluan persediaan kayu untuk penduduk dalam warga sendiri.
2. Rimba liar untuk menjaga mata air dan lain-lain.

Rabu, 01 September 2010

PENAMPAKAN BANYUASIN

Kabupaten Banyuasin memiliki Topografi 80% wilayah datar berupa lahan rawa pasang surut dan rawa lebak, sedangkan yang 20% lagi berombak sampai bergelombang berupa lahan kering dengan sebaran ketinggian 0-40 meter diatas permukaan laut.

Lahan rawa pasang surut yang terletak disepanjang Pantai Timur sampai ke pedalaman meliputi wilayah Kecamatan Muara Padang, Kecamatan Makarti Jaya, Kecamatan Muara Telang, Kecamatan Banyuasin II, Pulau Rimau, Banyuasin I, sebagian Kecamatan Talang Kelapa, sebagian Kecamatan Banyuasin III, Kecamatan Betung dan Kecamatan Tungkal Ilir.

Selanjutnya lahan rawa lebak terdapat di Kecamatan Rantau Bayur, sebagian Kecamatan Rambutan, sebagian kecil Kecamatan Banyuasin I dan Kecamatan Banyuasin III.

Sedangkan lahan kering dengan Topografi agak bergelombang terdapat di sebagian besar Kecamatan
Betung, Kecamatan Banyuasin III, Kecamatan Talang Kelapa serta sebagian kecil Kecamatan Rambutan.

Dari sisi hidrologi berdasarkan sifat tata air, wilayah Kabupaten Banyuasin dapat dibedakan menjadi daerah dataran kering dan daerah dataran basah yang sangat dipengaruhi oleh pola aliran sungai. Aliran sungai
di daerah dataran basah pola alirannya Rectangular, dan di daerah dataran kering pola alirannya Dandritik.

Beberapa sungai besar Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Sungai Calik, Sungai Telang, Sungai Upang dan yang lainnya berperan sebagai sarana transportasi air disepanjang garis pantai lebih dari 150 Km.

Pola aliran di wilayah ini, terutama di daerah rawa-rawa dan pasang surut umumnya Rectangular, sedangkan untuk daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut aliran sungainya adalah subparali, dimana daerah bagian tengah disetiap daerah sering dijumpai genangan air yang cukup luas.

Wilayah Kabupaten Banyuasin memiliki tipe iklim B1 menurut klasifikasi Oldemand dengan suhu rata-rata 26,100-27,400 Celcius dan kelembaban relative 69,4%-85,5% dengan rata-rata curah hujan 2.723 mm/tahun.

Sedangkan jenis tanah di Kabupaten Banyuasin terdiri dari 4 jenis, yaitu :
a) Organosol :
Terdapatdi dataran rendah/rawa-rawa.
b) Klei Humus :
Terdapat di dataran rendah/rawa-rawa.
c) Alluival :
Terdapat di sepanjang sungai.
d) Padzoik :
Terdapat di daerah berbukit-bukit.

Kapal Tangker Meledak di Perairan Banyuasin


Sebuah kapal tangker OB SMS-2000, meledak di Mariana, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel). Dua anak buah kapal tersebut, Umar, 37, dan Ismail, 30, tewas seketika.

Peristiwa meledaknya kapal tanker itu terjadi sekitar pukul 09.00 WIB, Kamis (25/2/2010). Kedua korban tewas yang merupakan warga Mariana, kabupaten Banyuasin, Sumsel, dibawa ke RS Sungai Kundur.

Saat kejadian, tangker tersebut sedang berada sekitar galangan kapal PT Mariana Bahagia. Menurut informasi, kapal tanker yang memuat minyak mentah itu baru tiba Rabu (24/2/2010) sore dari Jakarta.

Tak jauh dari badan kapal itu ada pengerjaan las untuk pagar kapal. Diduga masih ada minyak didalam tanker sehingga memicu terjadinya ledakan.

Festival Budaya Islam

Memeriahkan Hari Ulang Tahun Banyuasin yang ke 8, Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) Banyuasin Mengafakan acara perlombaan. Tidak hanya jalan santai dan pertandingan olahraga, dalam rangka memeriahkan Hari Jadi Kabupaten Banyuasin ke-8, Pemkab Banyuasin juga menggelar Festival Seni Budaya Islam (FSBI).


Kegiatan yang dipusatkan di Kantor Camat Banyuasin III dan berlangsung selama tiga hari itu, 28-30 Juni, dimaksudkan untuk pelestarian budaya melayu Islam dengan iringan Jakarta Music Sound System.

Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Hazairin Zabidi, Senin (28/6) mengatakan;
FSBI ini merupakan kegiatan rutin dalam memeriahkan HUT Kabupaten Banyuasin, hal ini sebagai bentuk pelestarian Budaya Islam di Banyuasin. Ini kegiatan rutin selalu dilakukan setiap tahun dalam HUT Kabupaten Banyuasin. Jumlah peserta pun terus meningkat setiap tahun. Bahkan pelaksanaannya menjadi ajang yang ditunggu oleh kelompok pengajian dan kelompok Kesenian Islam di Banyuasin ini.
Hazairin menyebutkan, festival kali ini pihaknya melombakan dua kategori yakni Robbana dan Sarofal Annam diikuti 40 kelompok peserta berasal dari 8 kecamatan yakni Banyuasin III, Betung, Rantau Bayur, Talang Kelapa, Tanjung Lago, Rambutan dan Banyuasin I.

40 peserta ini merupakan peserta yang menjadi juara pada lomba yang digelar di tingkat kecamatan,” ungkapnya.

Di kabupaten ini, peserta lomba dengan katagori lomba rebana, qosidah, sarofal anam, nasyid, dan pembacaan Barzanji, diakui masih sangat tinggi. Terbukti perwakilan Banyuasin yang ikut lomba festival di Jakarta mendapat juara dua.

Sementara itu, Bupati Banyuasin, H. Amiruddin Inoed pada kesempatan pembukaan festival ini dengan memukul rebana berbarengan dengan grup rebana se Banyuasin, mengatakan pelaksanaan festival ini harus dilestarikan.

Saya (Hendra Muchlyadi) dan Fahrul Ternando yang kebetulan berada dibalik layar, (Jakarta Music Sound System) turut merasakan kegembiraan dalam rangka perayaan HUT Kabupaten Banyuasin yang ke 8 tersebut. Padahal waktu itu adik angkat saya Fitri Yani yang berasal dari  Jambi datang ke Palembang.