Kamis, 20 Oktober 2011

PANGKALAN BALAI Jadi rebutan 2 desa "Suak Bara" dan "Lubuk Lancang"

…. Suatu hari kepala suku Suakbara dan suku Lubuk Lancang melakukan pembicaraan. Dalam pembicaraan yang singkat itu, mereka membahas masalah tempat kekuasaan mereka. Saat itu Pangkalan Balai tidak memiliki penguasa yang sah. Masing-masing mereka menginginkan Pangkalan Balai masuk walayah kekuasaan mereka dan tidak ada yang mau mengalah….
 

ZAMAN dahulu di sebuah daerah banyak terdapat beberapa suku. Di antara suku-suku yang ada terdapat suku Suakbara dan suku Lubuk Lancang. Kedua suku ini terkenal akan kehebatan kepala sukunya. Masing-masing suku mempercayai bahwa kepala suku mereka paling hebat.
Suku Suakbara memiliki tempat kekuasaan yang luas. Begitu juga dengan suku Lubuk Lancang. Kedua suku ini memiliki hubungan yang baik. Apalagi banyak dari anggota suku Suakbara maupun Lubuk Lancang melakukan pernikahan.
Suku Suakbara terkenal akan ketangkasan para pemudanya saat melakukan perang dengan musuh-musuh mereka. Dengan menggunakan peralatan perang yang lengkap dan tradisiona berupa tombak bambu, panah runcing, ketapel, dan batu-batu yang dipahat dengan bentuk runcing yang dapat melukai musuhnya.
Suku Lubuk Lancang pun tak kalah terkenal. Mereka memiliki kecerdikan yang luar biasa saat melakukan perang. Kecerdikan ini dimiliki semua anggota suku. Mereka dapat melakukan hal-hal di luar logika manusia. Mereka menggunakan cara-cara yang tidak terlihat oleh musuh. Mereka dapat melakukan penyamaran, membuat makanan beracun, ataupun melakukan hal-hal yang tidak dapat ditebak oleh manusia.
Suatu hari kepala suku Suakbara dan suku Lubuk Lancang melakukan pembicaraan. Dalam pembicaraan yang singkat itu, mereka membahas masalah tempat kekuasaan mereka. Saat itu Pangkalan Balai tidak memiliki penguasa yang sah. Masing-masing mereka menginginkan Pangkalan Balai masuk walayah kekuasaan mereka dan tidak ada yang mau mengalah.
“Karena masing-masing kita ingin memiliki Pangkalan Balai, saya punya usul bagaimana kalau kita berperang saja,” usul Kepala Suku Suakbara.
“Perang? Kita kan bersaudara dan selama ini selalu berhubungan baik. Mengapa harus perang. Apa tidak ada jalan lain?” jawab Kepala Suku Lubuk Lancang.
“Tidak ada. Karena masing-masing kita tidak ada yang mau mengalah, kita harus perang. yang menang yang akan menguasai Pangkalan Balai.”
“Sebenarnya aku sangat keberatan dengan usulmu. Akan tetapi, kalau engkau memaksa, aku tidak mungkin menolak.”
Percakapan pun selesai. Masing-masing kepala suku mengumumkan akan diadakan peperangan. Peperangan akan dilaksanakan di tengah-tengah perbatasan daerah Suakbara dan Lubuk Lancang.
Sesuai dengan rencana, perang pun berlangsung dan masing-masing dipimpin oleh kepala suku yang sudah tua itu. Pasukan yang ikut berperang dari kedua suku kebanyakan pemuda-pemuda. Semangat kedua suku yang berperang sangat luar biasa. Dalam peperangan itu, banyak pasukan dari kedua suku yang tewas. Setelah lama berperang, akhirnya pasukan suku Suakbara berhasil memenangkan peperangan. Akan tetapi, suku Lubuk Lancang belum bisa menerima.
“Kita harus kembali bertarung, setelah pertarungan ini siapa yang menang dialah yang akan menguasai Pangkalan Balai,” ujar kepala suku Lubuk Lancang.
“Sebenarnya aku tidak setuju. Kami kan sudah menang, tapi… baiklah tidak masalah. Kami yakin pasti akan kembali memenangkan pertarungan. Sekarang, pertarungan bagaimana yang kamu inginkan?” jawab kepala suku Suakbara.
“Kita bertarung tarik tambang di tengan laut.”
“Baik. Kami setuju.”
Untuk kedua kalinya perang kembali diadakan. Mereka berlomba tarik tambang di tengah laut sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat. Dalam peperangan itu, pasukan suku Lubuk Lancang yang sedikit tidak sebanding dengan suku Suakbara yang banyak. Pertarungan  tarik tambang di tengan laut itu kembali dimenangkan oleh suku Suakbara. Sejak saat itu Pangkalan dan Suakbara bergabung menjadi satu (***)

Asal Usul Nama Desa GALANG TINGGI.

ALKISAH pada zaman dahulu terdapat sebuah desa terpencil, yaitu Desa Tanjung Remas. Desa ini dipimpin oleh seorang pemangku adat bernama Herkut. Selama ia berkuasa, banyak sekali rakyat yang menderita karena kekejamannya. Akan tetapi, pertanian di daerah ini berkembang dengan pesat. Setelah menjadi orang yang berkuasa di daerah tersebut, ia mempersunting seorang gadis yang bernama Cik Atel. Mereka berdua hidup rukun dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Bujang Henya.
Henya tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Semua yang melihat Henya akan terpesona dan terkagum-kagum dengan ketampanannya, sehingga tidak heran semua gadis desa mendambakan Henya menjadi kekasih mereka.
Ketika Henya masih remaja, ayahnya meninggal dunia. Semua harta kekayaan ayahnya jatuh kepadanya karena ia anak semata wayang. Kekuasaan ayahnya pun jatuh pada Henya. Ia pun memerintah di desa tersebut. Henya memerintah lebih baik daripada ayahnya. Ia berhasil mendirikan pabrik penggilingan padi, sehingga dapat meringankan beban penderitaaan rakyat setelah dikuasai ayahnya yang penuh dengan penindasan dan kekejaman.
Belum lama ayahnya meninggal, ibunya pun menyusul. Ibunya meninggal tepat pada saat Henya akan mempersunting seorang gadis cantik keturunan Bangsa Arab. Ibunya meninggal karena serangan penyakit yang sama seperti ayahnya, yaitu demam berdarah.
Pernikahan Henya dengan gadis keturunan Arab yang dicintainya tetap berlanjut. Setahun menikah, mereka dikaruniai anak kembar. Anak kembar tersebut mereka beri nama Jebah dan Baker.
Seiring bertambahnya waktu, Jebar dan Baker pun tumbuh besar. Akan tetapi, musibah kembali menghampiri keluarga mereka. Tidak disangka Baker jatuh sakit dan meninggal karena penyakit yang sama dengan kakek dan neneknya. Jebah sangat sedih karena ia telah kehilangan orang yang disayanginya. Ia juga kehilangan teman bermain.
Kehidupan masyarakat di desa tersebut semakin lama semakin baik. Mereka sudah tahu bagaimana cara beternak hewan peliharaan, seperti ayam, sapi, dan kambing. Mereka juga sudah bisa memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Setelah Jebah berusia 20 tahun, ia meminta kepada ayahnya agar bisa memerintah di Desa Remas. Orang tuanya memberi syarat bahwa ia harus menikah dulu sebelum ia memerintah suatu kerajaan. Hal tersebut merupakan syarat untuk memerintah suatu daerah pada saat itu. Agar bisa memerintah, Jebah pun mau menikah. Ia menikah dengan seorang gadis yang cacat fisik dan kurang cantik.
Satu tahun menikah mereka berdua dikaruniai seorang anak. Akan tetapi, mereka dikaruniai anak yang cacat fisik. Ciri fisik yang dimiliki anak itu sama seperti fisik ibunya. Anaknya memiliki badan yang bungkuk. Karena anaknya lahir bungkuk, ia pun diberi nama Si Bungkuk.
Bungkuk pun tumbuh besar. Akan tetapi, karena ia bungkuk, ia tumbuh tidak seperti anak yang lain. Setelah ia berumur delapan belas tahun, musibah kembali menghampiri keluarga mereka. Kedua orang tua Bungkuk jatuh sakit dan meninggal dunia. Orang tuanya meningal karena penyakit yang sama seperti buyutnya dulu, yakni demam berdarah. Mengapa daerah ini setiap tahun pasti ada saja yang meninggal karena penyakit itu? Ada seorang pemuka adat mengatakan bahwa daerah ini minta tumbal yaitu ayam hitam putih sebanyak 1000 ekor.
Setelah sebelas tahun bungkuk memerintah, dia berniat untuk berpindah ke daerah Pangkalan Balai. Kepindahan bungkuk terjadi karena perpecahan dan permusuhan antara Depati Bungkuk dengan dukun pemegang Tanjung Remas. Sejak terjadi permusuhan itu tumbal dusun dicabut. Akibatnya, banyak sekali korban yang meninggal karena wabah penyakit. Mereka memberi istilah Tanjung Remas menjadi pandangan bagi burung terkuku. Para tetua dusun mengadakan rembuk dusun. Hasil mufakat mereka bahwa dusun itu harus dipindahkan ke daerah hulu sungai. Daerah hulu sungai tersebut masih rawa-rawa. Supaya daerah tersebut tinggi, diusahakanlah untuk digalang dan ditimbun. Karena daerah sudah menjadi tinggi, seorang pemuka adat daerah ini memberi nama daerah tersebut dengan sebutan Galang Tinggi. Desa Galang tinggi saat ini terletak di Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin.