Ilustrasi.
203.211.140.227
Berita Terkait
PALEMBANG, SRIPO — Penebangan pohon secara liar (illegal logging) di Sumsel kian merajalela. Bahkan penjarahan di hutan Taman Nasional Sembilang di Kabupaten Banyuasin sulit dihentikan. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun Sripo hingga Sabtu (20/3), dari luas 3,7 juta ha luas hutan di Sumsel, sisanya hanya tinggal 1 juta ha.
Degradasi yang cukup hebat disebabkan oleh pemanfaatan yang berlebihan, perubahan peruntukan kawasan hutan, kebakaran hutan dan pencurian kayu (illegal logging). Paling parah kerusakan hutan di sejumlah wilayah Kabupaten Lahat, Muba, dan Banyuasin.
Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed pun harus mengadu pada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
“Dari luar masih terjaga dan hutan bakau tumbuh subur, tapi agak ke dalam peta sudah merah. Ada illegal logging di situ. Pak Menteri kalau sempat pakai helikopter melihat kondisinya,” kata Inoed di Dermaga Sungsang Banyuasin II, Senin (15/3) lalu. Saat itu keduanya hadir dalam acara penutupan Jelajah Musi yang diselenggarakan harian Kompas.
Inoed menambahkan, TN Sembilang seluas 205 ribu hektare merupakan habitat satwa yang dilindungi seperti harimau, beruang, dan buaya serta tempat burung bermigrasi. Selain fauna, sebagai paru-paru Indonesia TN Sembilang juga kaya jenis flora.
Menanggapi informasi itu Zulkifli Hasan mengatakan, illegal logging adalah perbuatan serakah yang harus diberantas. “Illegal logging Kegiatan yang tidak bermoral. Menguntungkan segelintir atau sekelompok orang, tapi menyusahkan banyak orang. Itu musuh bersama,” tegasnya.
Menurut Zulkifli, penebangan hutan secara liar mengakibatkan bencana tanah longsor, banjir, dan kekeringan di musim kemarau. Adanya warga Banyuasin yang diserang buaya seperti yang dilaporkan Inoed adalah akibat kesalahan manusia sendiri.
“Tadi dikatakan ada penduduk jadi santapan buaya, mengerikan. Kawasan hutan seperti itu bukan untuk kita, itu daerah resapan air. Hutan mangrove harus dijaga agar tidak abrasi,” katanya.
Sementara itu dari Kabupaten Lahat dilaporkan dampak penebangan hutan secara membabi buta sudah dirasakan masyarakat. Selain ancaman banjir banding, saat musim kemarau, lahan sawah petani mengalami kekeringan.
Masyarakat bukannya tidak melakukan upaya untuk mencegah penebangan hutan. Namun penebangan yang dibekengi dan didanai oknum pejabat publik membuat masyarakat tidak memiliki keberanian.
Bahkan, beberapa tahun lalu, masyarakat hampir melakukan pembakaran terhadap penebang hutan. Namun karena orang tersebut mengatakan dia disuruh seorang oknum pejabat, maka masyarakat mengurungkan niatnya membakar orang tersebut.
“Sangat sulit dicegah, bahkan nyaris tidak mungkin. Para penebang itu di bekengi oknum-oknum pejabat,” kata Camat Kikim Selatan Abdul Rauf di Desa Keban Agung, Kamis (18/3).
Hasil pemantauan pihak kecamatan, kondisi hutan yang berlokasi di Sungai Durian Hulu Pangi sangat memprihatinkan. Seluruh hutan suaka alam habis dibabat. Aliran sungai tidak terbendung. Desa di hilir sungai terus dilanda bencana.
“Seluruh desa merasakan dampaknya. Areal persawahan di desa Pandan Arang Penjalang eks Marga Suku Pangi setiap hujan turun terus dilanda banjir. Saat kemarau, lahan sawah mereka mengalami kekeringan,” kata Rauf.
Menurutnya, sudah tidak ada lagi hutan di Lahat yang terjaga. Hutan yang berada di beberapa wilayah seperti Pulau Pinang, Gumay Ulu, dan wilayah lainnya tidak luput dari penebangan liar.
Tindak Tegas Kapolres Lahat AKBP Drs Iwan Yusuf Chairudin mengatakan, untuk memastikan oknum mana yang membekengi penebangan sangat sulit karena pejabat di wilayahnya cukup banyak.
“Kita jangan berprasangka, tapi jika memang terbukti saya akan bertindak dengan tegas,” kata Iwan seraya mengatakan, jika kayu yang ditebang berasal dari lahan sendiri, pemiliknya cukup hanya dengan membawa surat dari kepala desa.
Tidak hanya wilayah Kikim Selatan, hutan yang ada di Binjai juga mengalami hal serupa, penebangan hutan menyebabkan kondisi iklim berubah drastis. Dd (33) warga Binjai yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, saat musim kemarau matahari rasanya sangat dekat.
“Namun saat hujan, rasanya kami selalau dihantui banjir bandang yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan kami,” tambahnya.
Kondisi serupa juga terlihat di wilayah Merapi, di sekitar Bukit Serelo yang merupakan ikon Kabupaten Lahat sebagian hutannya sudah gundul. Hambali (54) tokoh masyaraka di Merapi Selatan mengatakan, pengawasan dari semua pihak sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan. Begitu juga ketegasan hukum agar perusahaan tidak sembarangan membuka lahan.
Kayu di Sungai Di Kabupaten Muba, luas hutan secara nasional masih menyisakan 138 Ribu hektar yang setiap tahunnya berkurang 1,08 persen. Kondisi ini disebabkan degradasi yang begitu hebat disebabkan pemanfaatan yang berlebihan, perubahan peruntukan hutan, kebakaran hutan, dan illegal logging.
Pantauan di beberapa areal hutan yang pernah dikelola perusahaan yang mendapatkan Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Desa Kepayang Indah dan desa Muara Medak Kecamatan Bayung Lencir menunjukkan lahan mencapai ratusan ribu hektar mengalami degradasi hebat.
Ini karena pemanfaatan yang berlebihan oleh eks pemegang HPH. Selain itu perubahan peruntukan kawasan hutan dan pencurian kayu menjadi masalah serius yang merusak lingkungan. Kawasan Pal 12 Desa Kepayang Indah merupakan lokasi terparah karena lahan hutan hampir rata dengan tanah yang hanya ditumbuhi ilalang setinggi hampir dua meter.
Di lokasi banyak berhamburan bekas kayu yang ditebang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Uniknya walaupun hutan di wilayah Muba telah mengalami degradasi hingga 50 persen, di lapangan masih ditemui hamparan kayu log yang diduga hasil pembalakan liar di sepanjang aliran sungai lalan Desa Muara Medak, Kepayang Indah, dan Muara Medak.
Tim yang membawa rombongan direktorat pemberdayaan masyarakat Departemen Kehutanan RI melintas di Sungai Lalan, Kamis (18/3) lalu, sempat menyaksikan hamparan kayu log dalam jumlah besar yang dilakukan sejumlah oknum.
Sejumlah orang sempat mengamati kedatangan rombongan dan mereka langsung kabur dengan menceburkan diri kedalam sungai lalan untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan ratusan ribu kayu log di lokasi Sungai Lalan desa Muara Medak.
Selalu Lolos Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah II Lahat, Sunyoto melalui Staf Penata Perlindungan, Muhammad Nur, mengatakan, sudah ada banyak hutan yang rusak akibat ulah illegal logging, tapi luasnya belum bisa dipastikan.
Wilayah kerja BKSDA Lahat adalah hutan konservasi dan hutan taman wisata alam yang meliputi Suaka Margasatwa (SM) di Kecamatan Lahat, Pseksu, Gumay Talang dan Kikim Selatan dengan luas sekitar 46.123 ha.
Sementara kawasan SM Isau-isau Pasemah luasnya sekitar 16 ribu ha meliputi kawasan Pagar Gunung, Merapi Selatan, Mulak Ulu dan Semendo Muara Enim. Sedangkan untuk Taman Wisata alam Bukit Serelo seluas 200 Ha.
“Saat ini lanjutnya, salah satu wilayah yang rawan adalah Kikim. Setiap dilakukan pengejaran, mereka selalu lolos hanya barang bukti ada,” kata M Nur.
Untuk wilayah Kecamatan Merapi Selatan yang memiliki hutan konservasi dan Taman Wisata Alam Bukit Serelo, lokasi tersebut sudah banyak terdapat kuasa penambangan (KP) Batubara. Sayangnya, hingga kini BKSDA belum mengetahui titik-titik kepemilikan KP tersebut.
“Dinas Pertambangan dan Energi Lahat belum mengkoordinasi titik penambangan,” katanya.